Rabu, 29 Juli 2009

Aplikasi molecular marker (Molecular Systematic)

Marker molekular seperti RAPD, SSR, RFLP dan lain-lain banyak digunakan untuk mengevaluasi keanekaragaman organism. Di bidang taksonomi molecular marker dapat dimanfaatkan untuk mengatasi konflik taksonomi misalnya jika terdapat organisme yang sulit dikelompokkan berdasarkan fenotipenya. Demikian juga di bidang evolusi, molecular marker dapat digunakan untuk menentukan hubungan kekerabatan.

Filogeni

Filogeni merupakan deskripsi hubungan gen, protein atau spesies. Dalam filogeni diasumsikan objek yang diteliti berhubungan melalui evolusi. Pohon filogeni digunakan untuk menunjukkan hubungan evolusi antar organism. Analisis filigenetik ini memerlukan data yang tepat untuk menentukan pohon filogenetik yang tepat.

Data yang tepat tersebut berupa (1) taxa, yaitu kelompok organisme yang ingin diketahui hubungan evolusinya, (2) karakter yaitu daftar sifat organisme dan beberapa anggota kelompok memiliki sifat yang berbeda (character states).

Pendekatan klasik dalam filogeni menggunakan karakteristik morfologi untuk mempelajari hubungan anar spesies. Selanjutnya berkembang Molecular Phylogeny, yang menggunakan data molekuler untuk menentukan hubungan antar spesies. Molecular phylogenetics bertujuan menentukan kecepatan dan pola-pola perubahan yang terjadi pada DNA dan protein dan merekonstruksi evolutionary history gen dan organisme.

Data dapat berupa karakteristik yang bervariasi seperti:

- urutan/sekuens protein

- hibridisasi DNA

- frekuensi gen

- urutan/sekuens DNA

- data imunologi

- pola-pola restriksi

Komponen dari pohon filogeni ditampilkan pada Gambar 1. Tiap kelompok (branch) mewakili clade atau kelompok monophyletic, sebuah kelompok yang terdiri dari semua sampel keturunan dari satu garis nenek moyang.

Gambar 1. Komponen pohon filogeni

l Node: mewakili unit taksonomi. Dapat berupa spesies yang ada sekarang (exist) atau nenek moyang (ancestor).

l Branch: menyatakan hubungan antara taxa dalam hal descent dan ancestry.

l Topology: pola-pola percabangan pohon kekerabatan/filogeni.

l Branch length: mewakili jumlah perubahan yang terjadi pada cabang.

l Root: nenek moyang umum (common ancestor) dari semua taxa.

l Distance scale: skala yang mewakili jumlah perbedaan antara organisme atau sekuens.

l Clade: sebuah kelompok dari dua atau lebih taxa atau sekuens DNA termasuk common ancestor dan seluruh keturunannya (descendents).

l Operational Taxonomic Unit (OTU): level taksonomi sample yang diseleksi oleh pengguna yang akan digunakan dalam studi, misalnya individu, populasi, spesies, genus atau strain bakteri.

Karakter data yang digunakan dalam analisis dapat kuantitatif atau kualitatif. Karakter kuantitatif menunjukkan distribusi kontinu yang dibagi berdasarkan interval. Karakter kualitatif diklasifikasikan berdasarkan karakter biner atau multistate. Karakter biner memiliki 2 state yang diwakili oleh ada atau tidak ada hal/item tertentu seperti band-band pada analisis RAPD atau marker molecular lainnya. Karakter multistate memiliki tiga atau lebih state, misalnya data sekuens nukleotida.

Hubungan antara sepasang sampel diukur sebagai nilai similarity atau distance. Nilai similarity memiliki rentang dari 0 sampai 1 atau 0 sampai 100% dan mengindikasikan shared characters. Distance diperlakukan sebagai dissimilarity yang merupakan lawan dari similarity. Matriks distance merupakan metode untuk menghasilkan pohon kekerabatan / relationship trees. Metode ini didasarkan pada distance yang dihitung di antara semua pasangan sampel. Analisis Cluster, seperti unweighted pair-group with aritmatic average (UPGMA) dan Neighbor joining, dapat digunakan untuk mengelompokkan individu berdasarkan matriks distance.

Metode parsimony merupakan metode lain yang mengevaluasi seluruh kemungkinan pohon kekerabatan dan menggunakan seluruh informasi evolusi dalam membangun pohon kekerabatan. Uji robustness dari pohon kekerabatan dapat dilakukan dengan analisis bootstrap. Data molekular dengan menggunakan molecular marker seperti RAPD, ISSR, RFLP, dianalisis berdasarkan ada atau tidak adanya band DNA (1=ada, 0= tidak ada) seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh data molekuler berdasarkan ada tidaknya band pada analisis dengan menggunakan molekular marker (J. Felsenstein. 2004. Inferring Phylogenies. Sinauer Assoc., Sunderland, Mass.)

Data ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program komputer seperti PAUP atau program lainnya, untuk menghasilkan matriks similarity atau dissimilarity yang selanjutnya digunakan untuk menghasilkan pohon kekerabatan/filogeni.

Terdapat dua pendekatan untuk menguji hubungan filogenetik yaitu fenetik dan kladistik. Fenetik juga dikenal dengan nama taksonomi numerik melibatkan penggunaan ukuran yang bervariasi dari kesamaan untuk perankingan spesies. Tiap organisme kemudian dibandingkan dengan organisme lainnya untuk seluruh karakter yang diukur dan dihitung jumlah similarity atau dissimilarity. Organisme kemudian dikelompokkan sehingga yang paling mirip berkelompok bersama sedang yang berbeda akan berhubungan dengan lebih jauh. Kelompok taksonomi (fenogram) hasil dari analisis ini tidak menunjukkan hubungan evolusi.

Kadistik merupakan cara lain menyatakan hubungan kekerabatan. Asumsi dalam kladistik bahwa anggota kelompok memiliki sejarah evolusi umum. Pengelompokan berdasarkan kladistik harus memiliki karakteristik bahwa semua spesies berbagi nenek moyang umum (common ancestor) dan semua spesies yang berasal dari common ancestor harus diikutkan dalam takson. Beberapa istilah untuk menjelaskan cara berbeda dalam pengelompokan :

l Monophyletic grouping : semua spesies berbagi common ancestor, dan semua spesies yang berasal dari common ancestor tersebut dilibatkan. Pengelompokan ini diterima sebagai pengelompokan yang valid dalam kladistik.

l Paraphyletic grouping : semua spesies berbagi common ancestor, tetapi tidak semua spesies yang berasal dari common ancestor tersebut dilibatkan.

l Polyphyletic grouping : spesies yang tidak berbagi common ancestor dikelompokkan bersama, dan mengeluarkan anggota lain yang mungkin berhubungan.

Metode analisis molecular phylogenetic memiliki asumsi sebagai berikut:

l Sekuens yang digunakan tepat dan berasal dari sumber yang spesifik.

l Sekuens adalah homolog-semua berasal dari shared ancestral sequence.

l Setiap posisi dalam sequence alignment homolog dengan yang lainnya dalam alignment tersebut.

l Tiap multiple sequences yang terlibat dalam sebuah analisis umum memiliki common phylogenetic history dengan sekuens lainnya.

l Sampling yang dilakukan cukup untuk memecahkan masalah yang dipelajari.

l Variasi sekuens di antara sampel mewakili kelompok yang lebih luas.

l Variasi sekuens dalam sampel mengandung sinyal phylogenetic yang cukup untuk memecahkan masalah yang dipelajari.

Seperti telah dikemukakan di atas, DNA profiling multilokus (RAPD, ISSR, AFLP) memiliki potensi menghasilkan karakter yang informatif bagi studi filogenetik baik pada level spesies dan kemungkinan pada level genus (Wolfe dan Liston, 1998). Saat menggunakan marker multilokus untuk analisis taksonomi, jumlah band yang dapat di-skor haruslah tinggi.

Pustaka:

Weising, K., Nybom, H., Wolff, K., Kahl, G. 2005. DNA fingerprinting in plants. Principles, methods and applications. CRC Press. Taylor and Francis Group, Boca Raton, FL.

Wolfe A.D., Liston A. 1998. Contributon of PCR-based methods to plant systematic and evolutionary biology. In Molecular Systematics of Plants II. DNA Sequencing, Soltis, D.E., Soltis, P.S., Doyle, J.J., Eds. Kluwer, Dordrecht, p. 43-86.


Identifikasi tanaman menggunakan teknik molekuler

Identifikasi tanaman dari populasi alam merupakan salah satu aplikasi praktis biologi molekuler. Teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi tanaman didisain untuk mendeteksi keberadaan sekuens DNA spesifik atau kombinasi sekuens yang unik mengidentifikasi tanaman. Identifikasi ini tidak selalu memerlukan DNA sequencing, tetapi dapat menggunakan hibridisasi DNA atau PCR (polymerase chain reaction). Teknik berdasarkan hibridisasi seperti restriction fragment length polymorphism lebih rumit dan memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan PCR. Pilihan metode yang digunakan tergantung pada kesulitan dalam membedakan dan faktor-faktor seperti waktu, fasilitas, dana. Tidak ada metode yang paling baik untuk semua kasus. Sifat dari sample juga mempengaruhi teknik yang dapat digunakan.

Teknik RAPD (random amplified polymorphic DNA) merupakan teknik yang secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi DNA tanaman atau organisme lain. Teknik ini menggunakan PCR dengan primer utas pendek. RAPD umumnya menggunakan gel agarosa untuk menganalisis produk PCR. Sebagai contoh, Gambar 1 menunjukkan analisis varietas-varietas sunflower dengan RAPD. Teknik ini dapat mengidentifikasi variasi di dalam kultivar. Teknik ini juga dapat membedakan varietas.

Gambar 1. RAPD 15 varietas sunflower. Terdapat polimorfisme yang tinggi antar sunflower varieties (Lawson et al., 1994)

Adanya teknik yang mampu mengidentifikasi pada tingkat intraspesies sangat bermanfaat bagi para pemulia tanaman. Pemulia tanaman harus dapat mengidentifikasi varietas komersial agar dapat menuntut jika terjadi eksploitasi varietas yang dikembangkan para pemulia tanaman. Di samping itu agar mendapatkan kembali modal/investasi yang telah digunakan. Untuk mendapatkan ‘plant breeder right’ harus dapat menunjukkan keunikan, keseragaman dan stabilitas varietas baru.

Molekular marker merupakan tambahan karakter dalam mengevaluasi perbedaan genetik. Keuntungan dari DNA marker adalah tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Beberapa persyaratan yang diperlukan oleh test molekular yang digunakan dalam perlindungan varietas tanaman adalah:

1. test tersebut dapat diulang baik antar lab maupun dalam lab

2. dapat dinilai secara objektif atau dapat di-scor dengan objektif

3. dapat menunjukkan diskriminasi yang jelas antar varietas

Di samping menggunakan RAPD, marker molekular lain juga dapat digunakan untuk identifikasi varietas. Misalnya marker SSR (simple sequence repeat). SSR (dinucleotide atau trinucleotide) umum terdapat pada genom tumbuhan. PCR dengan menggnakan primer yang menempel sebelum dan sesudah ‘repeat’ (flanking sequence) dapat menghasilkan polimorfisme karena perbedaan panjang ‘repeat’.

Kekurangan penggunaan SSR adalah kesulitan kloning dan sequencing daerah flanking SSR. Daerah flanking ini relatif spesifik untuk tiap spesies.

Sebagai contoh penggunaan analisis menggunakan SSR adalah analisis 96 genotipe kedelai. (Rongwen et al., 1995). Varietas kedelai semakin sulit dibedakan karena varietas kedele berasal dari tetua yang rentang genetiknya kecil dengan perbedaan genetik yang sangat kecil. Hanya dua varietas yang memiliki profil yang sama pada 11 sampai 26 alel yang ditemukan pada 7 lokus. Dua varietas yang tidak dapat dibedakan tersebut memiliki pedigree yang sangat mirip. Derajat kesamaan ke 96 varietas bervariasi dari 0.71 sampai 0.95 dengan rata-rata 0.87.

Marker ISSR (Inter simple sequence repeat) dilaporkan lebih sensitif dalam mendeteksi variasi dibandingkan marker RAPD. Marker ISSR ini mengamplifikasi ruas DNA diantara dua ‘repeat’. Contoh penggunaan marker ini adalah pada identifikasi kultivar Leucadendron (Proteaceae). Dengan menggunakan marker ini dapat diidentifikasi beberapa sinonim pada kultivar Leucadendron. Kultivar dengan nama yang berbeda memiliki pola-pola DNA ISSR yang sama (M. Pharmawati, G. Yan, P.M. Finnegan).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar